MELEKNEWS.ID – Kita lahir dengan dua mata di depan wajah kita, karena itu kita tidak boleh selalu dipalingkan menatap kebelakang. Tapi fokuslah ke depan, karena disana masa depan kita telah menanti.
Kita dua kali mengalami kehidupan dan dua kali mengalami kematian. Oleh karena itu, kita memiliki dua bentuk masa depan. Ketika Al-Qur’an mengatakan, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok…,” (QS al-Hasyr [59]: 18), maka hari esok yang dimaksud itu memiliki dua presentasi wajah, yakni hari esok jangka pendek dan hari esok jangka panjang atau masa depan pra-kematian dan masa depan pasca-kematian.
Masa depan pra-kematian bercirikan serba mungkin. Seseorang bekerja keras mungkin iya akan kaya dan sukses tapi mungkin juga tidak, karena siapa yang menanam belum tentu ia yang mengetam, memenen, atau memetiknya.
Bila kita melihat dunia ini dalam tinjauan konfaratifnya dengan alam akhirat, maka setidaknya ada tiga karakter yang melekat pada diri dunia ini sehingga ia layak disebut sebagai ruang senda gurau dan bilik main-main saja, yaitu: bersifat relative, spekulatif, dan temporer.
Al-Qur’an menegaskan bahawa kehidupan di dunia ini hanyalah suatu senda gurau dan main-main saja. “… Dan tiadalah kehidupan di dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidaklah kamu memahaminya?,” (QS al-An’am [6]: 32).
Karena satu hari di alam akhirat sama dengan 50.000 tahun kelender dunia, dalam Al-Qur’an disebutkan “Malaikat-malaikat dan jibril naik (mengahadap) kepada tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun,” (QS al-Ma’arij [70]: 4).
Meskipun dunia ini dikatakan sebagai tempat senda garau dan tempat main-main saja, bukan berarti kita dapat melewati episode kehidupan di dunia ini secara santai, banyak bercanda dan berkelakar saja. melainkan dengan cara yang serius.
Berbeda halnya dengan masa depan pasca kematian, yang bersifat serba pasti! Dimana seluruh kebaikan dan keburukan ditera dengan adil, rinci, teliti, dan terang senyata-nyatanya. Akhirat adalah alam hidup dalam arti sesungguhnya.
Buya Hamka pernah berujar, “alangkah ironis kalimat ini terdengar bahwa ternyata hidup sebenarnya baru dimulai saat nafas terkahir dihembuskan”. Maka rumus yang diajarkan Agama adalah Kerjakanlah yang pasti, tapi jangan abaikan yang mungkin. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi.
Hidup didunia itu diibaratkan dengan satu permainan, maka didalam permainan janganlah kita sekali-kali bermain-main, kalau tidak ingin dipermainkan oleh permainan itu sendiri.