Picu Keresahan, Seleksi PPPK di Bantaeng Menuai Protes Dari Honorer

Kamis, 16 Januari 2025 | 14:28 WITA
Penulis :
Picu Keresahan, Seleksi PPPK di Bantaeng Menuai Protes Dari Para Honorer

Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia

BANTAENG, MELEKNEWS.ID — Sepekan setelah pengumuman kelulusan hasil seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), sejumlah tenaga honorer di Kabupaten Bantaeng kembali mendatangi kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Kedatangan mereka bukan tanpa alasan; honorer ini merasa pengumuman hasil seleksi sarat dengan ketidakadilan dan permainan.

Mereka menilai, berbagai masalah muncul setelah pengumuman tersebut. Salah satunya adalah adanya pelamar yang diduga telah lama berhenti mengabdi namun tetap dapat mendaftar PPPK. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan dan protes dari honorer lain yang masih aktif.

Selain itu, terdapat kasus di mana status honorer eks Kategori 2 (K2) tidak tercantum dalam pengumuman hasil seleksi. Padahal, status eks K2 seharusnya menjadi prioritas utama dalam proses kelulusan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Ironisnya lagi, kebijakan penambahan nilai afirmasi bagi peserta yang memiliki Sertifikat Pendidik (Serdik) juga menjadi sorotan. Penambahan poin yang diberikan sangat bervariasi, mulai dari 108 poin hingga lebih dari 200 poin, tanpa penjelasan yang jelas mengenai dasar perhitungan.

Ketidaksamaan ini menimbulkan dugaan kuat adanya ketidakadilan dalam proses seleksi. Para honorer pun menyebut kondisi ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

Menanggapi protes ini, Kepala Bidang Kepegawaian BKPSDM Bantaeng, Yasir, memberikan penjelasan terkait permasalahan yang diangkat. Ia mengatakan bahwa kasus eks K2 yang berubah status menjadi R3 dalam pengumuman kemungkinan disebabkan oleh kesalahan sistem.

“Kemungkinan besar mereka juga tidak mengklik opsi ufdate data saat pendaftaran,” ujar Yasir pada Kamis, 16 Januari 2025. Ia juga menyebut bahwa pihaknya sedang menelusuri penyebab teknis dari permasalahan ini.

Terkait penambahan nilai afirmasi bagi peserta yang memiliki sertifikasi, Yasir menegaskan bahwa aturan tersebut merupakan regulasi yang berasal dari pusat. “Penambahan nilai itu ada mekanismenya, salah satunya adalah penambahan nilai ambang batas,” jelasnya.

Meskipun demikian, penjelasan tersebut tidak serta-merta meredakan kekhawatiran dan kekecewaan para honorer. Mereka menuntut transparansi lebih lanjut dari pihak terkait agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Salah satu honorer yang turut hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan kekecewaannya. Ia merasa proses seleksi ini tidak mencerminkan prinsip keadilan dan justru memicu keresahan di kalangan tenaga honorer.

“Kami yang sudah mengabdi bertahun-tahun seakan diabaikan begitu saja. Bagaimana bisa ada yang berhenti mengabdi justru masih bisa mendaftar PPPK?” keluhnya.

Honorer lain juga menyuarakan keresahan serupa. Menurutnya, ketidakpastian ini sangat merugikan tenaga honorer yang telah lama mengabdi dan mengandalkan seleksi PPPK untuk mendapatkan status yang lebih jelas dalam pekerjaannya.

Protes ini mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap proses seleksi PPPK yang dinilai tidak sesuai harapan. Para honorer berharap adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme seleksi agar hasilnya benar-benar adil dan transparan.

Di tengah kondisi ini, Yasir kembali menekankan bahwa pihak BKPSDM berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Ia mengimbau para honorer untuk bersabar dan memberikan waktu bagi pihak terkait dalam menindaklanjuti laporan yang masuk.

“Kami telah menyurat dan menyampaikan semua keluhan dan sanggahan mereka ke pusat” jelasnya.

Dijelaskan Yasir kalau terkait status eks K2 yang dinyatakan R3 kembali nirmal maka dipastikan akan mempengaruhi pengumuman PPPK kemarin

Namun, aksi protes ini menjadi pengingat penting bahwa transparansi dan keadilan dalam seleksi PPPK harus menjadi prioritas utama. Jika tidak, keresahan seperti ini bisa saja terjadi di daerah lain, mencerminkan ketidakpuasan yang meluas terhadap sistem rekrutmen pemerintah.

Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memperbaiki sistem yang ada, sehingga para tenaga honorer yang telah lama mengabdi merasa dihargai dan diakui perjuangannya.