BANTAENG, melek news – Mantan kepala Departemen Agama kabupaten Bantaeng, M. Idrus Makkawaru (76) tutup usia di Katangka kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada Minggu (16/8/2020).
Kiai Nahdlatul Ulama ini menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah satu jam sebelumnya telah menuntunkan Syahadat untuk istrinya tercinta pada saat sedang sakratul maut
Kiai Idrus Makkawaru dan istrinya St Sanibah Binti Haruna (74) berpulang ke Rahmatullah hanya berselang waktu sekitar satu jam.
Kepala Kementrian Agama kabupaten Bantaeng, M. Yunus mengatakan kalau Almarhum merupakan sosok ulama yang telah menorehkan keteladanan dalam kehidupan.
Dia mengatakan kalau Kiai Idrus adalah salah satu panutan dalam umat Islam dalam menjalankan ibadah.
“Diusianya yang senja beliau makin tekun dalam menjalankan ibadah termasuk dalam Tadarus Al-Qur’an setiap hari selalu didengungkannya” ucapnya Senin (17/8/2020)
Menurutnya Alamrhun ini adalah Sosok panutan yg benar istiqamah dalam ibadah hingga di usianya yang sudah yang tua dia masih mampu tadarus alquran hingga 10 juz setiap harinya.
Beliau pernahemimpin Departemen Agama Bantaeng selama 11 tahun yakni tahun 1989 hingga 2000.
Yunus menyampaikan duka citanya yang mendalam atas meninggalnya sosok Kiai Idrus.
“Kementerian Agama kehilangan tokoh, di tengah duka cita mendalam ini teriring doa semoga almarhum husnul khotimah hingga almarhum dapat menikmati segala kebaikannya semasa hidup di alam kubur. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin,” ucapnya.
Sementara itu ketua Pengurus Cabang Nadhlatul Ulama (PCNU) kabupaten Bantaeng, Muhammad Jaelani mengatakan kalau Kiai Isrus meninggal 1 Jam Usai Tuntun Syahadat Sakratul Maut Sang Istri
“Kiai Idrus meninggal hanya berselang 1 jam 25 menit, setelah menuntun syahadat sakratul maut istri keduanya.
Istri meninggal pukul 20.00 Wita, seusai mereka menjalankan salat jamaah Isya Dan kiai meninggal dunia, berselang 90 menit kemudian, sekitar 21.30 Wita” jelasnya..
Menurut Jaelani kalau kematian Kiai sepertinya memang sudah berjanji, tak akan meninggalkan istrinya
Pasangan jenazah ini sempat disemayamkan di rumah duka, Perumahan Gowa Residence, tak jauh dari rumah salah seorang anaknya, di Kompleks Katangka, Gowa.
Di rumah duka, dua jenazah disandingkan.
Jenazah Pak Kiai ditutup dengan batik merah marun dan Alquran di bagian dada.
Sedangkan janazah istrinya dibungkus dengan batik motif cokelat.
Jenazah pasangan suami istri ini dibawa ke Bantaeng, usai salat subuh.
Jaelani menceritakan, almarhum sejak sepeninggal istri pertamanya, Hj Sitti Djawiah, 6 tahun lalu, Kiai Idris memilih bermukim di Makassar.
Saat Pak Kiai menikah, usia Sanibah sudah 68 tahun.
Dia ditemani St Sanibah Binti Haruna, yang juga masih kerabat mendiang isri pertamanya.
Dari istri pertama, Pak Kiai dikaruniai lima anak; tiga pria dua wanita.
Sedangkan dari mendiang istri terakhirnya, Pak Kiai tak dikaruniai anak.
“Pak Kiai menikah enam tahun lalu, agar ada teman ngobrol, teman ngaji, bangunkan sahur,” kata Jaelani, yang juga Kabag Tata Usaha Kantor Kemenag Bantaeng.
Almarhum menjabat Ketua Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Bantaeng periode 1995-2005.
Almarhum adalah guru madrasah dengan jabatan terakhir Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Bantaeng tahun 1989 sampai tahun 2000.
Kiai Haji Idrus Makkawaru dilahirkan di Bantaeng, 8 Juli 1944, atau setahun sebelum Kemerdekaan RI.
Pak Kiai menamatkan sekolah Guru Agama di PGA Makassar tahun 1951.
Lalu meraih gelar sarjana muda tahun 1956 dan strata satu tujuh tahun kemudian di IAIN Alauddin Makassar.