Bantaeng, MELEKNEWS – Pemerintah kabupaten Bantaeng mulai membuka posko dan dapur umum Pasca banjir bandang yang melanda pada Jum’at 2020 lalu.
Namun sayangnya dapur umum yang ada ternyata dalam menyalurkan makanan kepada warga
Bahkan menurut beberapa warga kalau perangjat daerah seperti RT dan RW yang ditugaskan melakukan pendataan kepada warga yang terdampak banjir dianggap tidak bekerja maksimal atau tidak becus karena yang mereka bagikan masih tidak merata.
Yuli, Warda Be’lang, kelurahan Bonto Sunggu, kecamatan Bantaeng, kabupaten Bantaeng mengatakan kalau dirinya bersama puluhan kepala keluarga lainnya sampai saat ini belum pernah kebagian bantuan termasun makanan dan air bersih
“Kami di belakang tanggul sini tidak pernah kebagian, selalu yang dapat orang-orang bagian depan tidak ada yang mau menyeberang ke belakang padahal banyak warga butuh makan, banyak bayi butuh popok,” keluhnya.
Kemarin ada yang coba ke dapur umum, tapi disuruh serahkan data diri ke RT atau RW, lalu setelah sampai di sana malah disuruh ke Lurah.
Ia mengeluhkan lambannya penyaluran bantuan ke daerah tempat tinggalnya yang memang berada di jalur ekstrem dan jauh dari jalan poros.
“Kemarin ada yang coba ke dapur umum, tapi disuruh serahkan data diri ke RT atau RW, lalu setelah sampai di sana malah disuruh ke Lurah, mana yang benar ini akhirnya kami kelaparan sampai sore, karena waktu sore dapat makanan itupun rebutan dengan warga di depan,” jelas ibu rumah tangga tersebut saat ditemui, Senin(15/6/2020).
Keluhan tentang RT/RW juga disampaikan Indah, salah satu warga kampung Tangnga-tangnga, kecamatan Bissappu. Menurut Indah, ia dan warga yang berada di sekitarnya merasa kecewa dengan perlakuan petugas di posko dapur umum yang berlokasi di halaman kantor Damkar Bantaeng.
Kata Indah, salah satu dari mereka perwakilan warga yang tinggal di tepi tanggul pemecah ombak pantai Seruni mengunjungi posko dapur umum. Namun malang, bukannya mendapat bantuan malah orang tersebut disuruh kembali karena alasan yang tak dapat diterimanya.
“Saya bilang di daerah kami belum pernah dapat bantuan, kami tidak tahu apakah RT/RW mengurus kami atau tidak, tapi belum selesai saya bicara langsung ada yang mengatakan tidak usah beri makanan itu karena dia pakai rumah batu (red: pemilik rumah batu dinilai sebagai warga mampu),” kata Indah menceritakan.
Orang tersebut kembali dan menyampaikan kepada warga hal yang baru saja dialaminya. Sontak, kejadian itu menyulut emosi warga namun mereka tak memiliki daya dan hanya mampu menelan ludah.
Beberapa kejadian di atas sangat tidak senada dengan apa yang diberitakan sebelumnya sehubungan dengan pernyataan Bupati Bantaeng, Ilham Azikin.
Bahwa distribusi dapur umur dilakukan oleh pihak Dinas Sosial yang telah melakukan koordinasi dengan pemerintah wilayah diantaranya Lurah, Camat sampai ke tingkat RT/RW.
“Distribusi dilakukan oleh Dinsos yang mana sudah berkoordinasi dengan Lurah sampai tingkat RT/RW agar menyerahkan data warganya untuk disuplay sesuai jumlah warga,” kata Ilham, Minggu, 14 Juni 2020 kemarin.
Sementara itu, tim Tagana Bantaeng yang terlibat langsung di dapur umum dan menangani penyaluran atau distribusi mengatakan bahwa mereka melayani siapa saja warga di lingkup wilayah mereka yang datang.
“Tidak ada istilah pendataan RT/RW karena yang datang ke posko juga tidak bawa data, intinya setiap warga yang datang kami layani,” kata Yusrianto, Tim Tagana Bantaeng saat dihubungi, Senin 15 Juni 2020 pagi.
Kata Yusri, timnya memasak sejak subuh sampai tengah malam tanpa berhenti. Satu kali produksi bisa menghasilkan sebanyak 300 bungkus nasi. Mereka terus memberi suplay makanan bagi warga yang datang ke posko.
Andai betul-betul ada penyalur yang jelas, atau RT/RW bergerak mungkin lebih bagus memang, karena mereka yang tahu jumlah warganya.
“Banyak juga yang sudah makan dan bilang belum makan, ya kita tidak tahu, siapa yang minta kita kasi, justru tim ini saya takutkan drop kondisinya karena tidak ada suplemen apapun dikonsumsi,” kata Yusri
Menurutnya jika terjadi ketimpangan itu karena tak ada jalur distribusi yang jelas sehingga memicu terjadinya miss komunikasi di masyarakat.
“Andai betul-betul ada penyalur yang jelas, atau RT/RW bergerak mungkin lebih bagus memang, karena mereka yang tahu jumlah warganya,” tutup Yusri. (Agun)