BANTAENG, MELEKNEWS.ID – Aksi unjuk rasa buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) kembali memanas di Kabupaten Bantaeng. Pada Kamis (4/9), ratusan buruh turun ke jalan untuk hari keempat berturut-turut pekan ini.
Demonstrasi itu menyebabkan kemacetan panjang di sejumlah ruas jalan utama Bantaeng. Aksi damai ini menarik perhatian publik karena melibatkan ratusan buruh yang menuntut kejelasan status pasca pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 218 karyawan Huadi Group.
Sebelumnya, massa buruh telah menggelar aksi serupa di depan kantor DPRD dan Kantor Bupati Bantaeng. Bahkan, sebelum itu, mereka sempat mendirikan tenda aksi di depan perusahaan selama 16 hari. Aksi panjang tersebut sempat menghasilkan kesepakatan bersama antara perusahaan dan perwakilan buruh yang disaksikan oleh Bupati dan Kapolres Bantaeng. Namun, menurut SBIPE, kesepakatan itu hanya sebatas formalitas untuk meredam demonstrasi.
Bulan ini, buruh SBIPE kembali turun ke jalan dengan tuntutan yang sama. Mereka menilai perusahaan telah merampas hak-hak pekerja tanpa ada penyelesaian yang jelas dari pemerintah daerah.
Di tengah aksi, muncul organisasi baru bernama Gerakan Peduli Pembinaan Masyarakat (GPPM). Kehadiran GPPM di lapangan memicu tanda tanya dari berbagai pihak karena dianggap berpotensi berbenturan dengan aksi damai para buruh.
Situasi sempat memanas saat massa buruh tiba di lokasi unjuk rasa. Terjadi gesekan kecil antara buruh dan kader GPPM yang mencoba mengatur posisi demonstran agar arus lalu lintas tidak macet total. Kondisi ini makin memperkeruh suasana aksi.
Ketua Umum Gerakan Aktivis Sosial (GAS), Jimung mempertanyakan kehadiran bupati dan wakil bupati Bantaeng
Menurut Jimung, perjuangan SBIPE murni untuk memperjuangkan hak pekerja demi keluarga mereka. “Bukan untuk kepentingan yang tidak jelas arah dan tujuannya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sikap Bupati Bantaeng yang dinilai abai dalam menyikapi aksi buruh. “Jangan hanya jadi penonton. Jangan menunggu gedung putih itu rusak, lalu muncul berjoget dengan capaian pembangunan gedung baru dalam anggaran berikutnya,” kritik Jimung.
SBIPE menegaskan, aksi berkepanjangan ini bukan kesalahan buruh. Mereka menyalahkan pemerintah daerah yang dianggap takut mempertanggungjawabkan komitmen yang pernah disepakati bersama.







