BANTAENG, MELEKNEWS.ID – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di PT Huadi Group terus menuai sorotan. Sejak 1 Juni 2025, sebanyak 350 karyawan diberhentikan secara sepihak. Jumlah tersebut menambah panjang daftar korban PHK yang disebut telah mencapai 920 orang sejak awal tahun.
Selain PHK, para buruh juga mengeluhkan pemotongan upah secara sepihak. Gaji yang seharusnya sebesar Rp40 ribu per jam, hanya dibayarkan Rp20 ribu per jam. Buruh bahkan dipaksa bekerja hingga 12 jam per hari, namun upah lembur tak pernah dibayarkan.
“Selama bertahun-tahun kami bekerja tanpa kejelasan. Upah dipotong, lembur tak dibayar. Sekarang malah di-PHK,” ujar salah satu buruh saat aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Bantaeng, Selasa (8/7/2025).

Tak hanya itu, dua buruh dilaporkan mengalami depresi berat akibat tekanan kerja dan PHK. Salah satunya bahkan harus dilarikan ke rumah sakit jiwa untuk mendapat perawatan intensif.
Massa buruh yang tergabung dalam Aliansi Peduli Buruh Bantaeng melayangkan lima tuntutan utama kepada DPRD dan pemerintah daerah. Di antaranya, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait pelanggaran ketenagakerjaan di PT Huadi Group. Selanjutnya melakukan pembayaran upah sesuai ketentuan, Bukan hanya itu mereka juga menuntut agar menghentikan PHK sepihak, serta keberpihakan DPRD dan pemda kepada buruh.
“Kami menuntut DPRD Bantaeng segera membentuk Pansus. Kami tidak ingin ada lagi korban dari ketidakadilan ini,” kata salah satu orator di atas mobil.
Demonstran juga mendesak 30 anggota DPRD Bantaeng turun langsung menemui mereka. Namun hingga berita ini diturunkan, tak satu pun anggota dewan muncul di lokasi aksi.
Situasi memanas saat massa meneriakkan kecaman, seperti “DPR banci!” dan “DPR pengkhianat!” karena merasa diabaikan. Padahal, menurut mereka, sebelumnya sudah dilakukan audiensi dengan Komisi B, namun tak ada tindak lanjut nyata.
Ketua dan beberapa anggota Komisi B sempat mendatangi pengunjuk rasa, namun ditolak. Para buruh bersikeras ingin bertemu seluruh anggota dewan, termasuk ketua DPRD.

“Kami sudah pernah bicara dengan Komisi B. Tapi mana hasilnya? Tidak ada! Kami ingin seluruh anggota DPRD hadir, jangan sembunyi!” teriak massa.
Selain persoalan PHK dan upah, massa juga menyoroti dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan. Mereka meminta pemerintah dan DPRD tidak tutup mata atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
“Kami butuh tindakan nyata, bukan janji kosong. Pemerintah harus hadir di tengah penderitaan buruh, bukan malah memihak perusahaan,” tegas orator.


